RSS

[EXO FF] Only for You

03 Mei

By Himawari Ichinomiya

Disclaimer: All This Chara isn’t mine.

Inspired: MAMA-EXO

Rated M

Gendre: Romance, Drama, Angst.

Summary: Sejak dia menyelamatkan nyawaku, dia lah satu-satunya yang menjadi tujuan aku hidup. Apa pun akan kulakukan untuknya, dan ketika aku mengatakan ‘apa pun’ maka aku benar-benar melakukan segalanya untuknya, meski itu dosa terbesar sekali pun!

Pairing: Kris X Tao, A bit Sehun X Lu Han.

Warning: Yaoi, Typo, OOC.

.

Don’t Like? Don’t Read!

Don’t FLAME! Don’t BASHING!

.

~Happy Reading!!~

.

\(o_o\)o0o(/o_o)/

Angin berhembus dengan kencang, mengibarkan jubah putihnya ke udara. Walaupun angin berhembus kencang, tidak terlihat sedikit pun tanda-tanda hendak terjadi hujan, mungkin ini karena letak kota Pompeii yang tidak begitu jauh dari pantai. Pompeii adalah kota kecil nan makmur, bagian dari kekaisaran Romawi yang berletak di arah tenggara dekat dengan Kota Napoli dan berada di kaki gunung Vesuvius.

Meski Pompeii termasuk kota yang makmur, tapi tidak berarti semua orang bahagia hidup di kota ini. Kekaisaran Romawi yang keras membuat manusia digerakkan oleh kasta-kasta (walaupun tidak seketat di India), perbudakan dan perdagangan manusia merupakan hal yang wajar atau lumrah. Para bangsawan bisa dengan seenaknya mempermainkan para budak, memerintahnya sesuka hati, dan melempar salah satu budak mereka ke dalam Amphitheathre(sebuah colloseum namun berukuran kecil) memerintahkan mereka untuk duel atau bertarung dengan singa.

CTAAAARRR!!! CTARRR!!

Cambuk-cambuk bergerak liar, memukuli punggung-punggung telanjang para budak yang sedang berkerja rodi membangun rumah dari keluarga bangsawan Quartus.

Daios Octavius Quarantus adalah pemimpin dari keluarga bangsawan-Quartus di Pompeii, masyarakat biasa memanggilnya dengan nama D.O. Namun, ada keluarga bangsawan lain yang tidak kalah mendominasi kota Pompeii, keluarga itu bernama-Felix yang dipimpin oleh Crisyus Julian Felix atau bisa dipanggil Cris. Kedua keluarga ini saling berebut tahta dari kerajaan Romawi untuk memimpin kota Pompeii.

D.O. yang berasal dari Quartus terkenal dengan kepemimpinannya didominasi kekejaman serta penindasannya pada kaum budak, meski keluarga ini paling kaya di kota Pompeii, tetapi D.O dan keluarganya tidak begitu disukai oleh masyarakat sehingga kekuasaan selalu dipegang oleh Cris dari keluarga Felix. Keluarga Felix berbanding terbalik dengan keluarga Quartus, mereka dikenal memiliki jiwa dermawan dan loyalitas terhadap masyarakat serta kerajaan Romawi yang tinggi.

D.O. kembali melayangkan cambuknya pada sang budak yang sudah terkapar di tanah.

CTAAARRR!! CTARR!!

“Bangun, pemalas! Siapa yang menyuruhmu berhenti!” bentak D.O dengan terus mencambuk si budak tanpa belas kasihan. Budak malang itu tidak bisa sama sekali mengangkat tubuhnya, kakinya sudah dicambuk berkali-kali sehingga mengeluarkan darah segar.

“Ma-maaf, tuan Daios…” Ucap si budak dengan memohon belas kasihan, D.O. berdecih melihat budak beliannya itu.

Sang pemimpin keluarga Quatus tersebut menginjak perut si budak dengan tatapan keji, “Huh… kali ini aku memaafkanmu, berikan hadiah ini kepada Lucletius Hanox Fronto.” Ujar D.O. sambil melemparkan sebuah kotak kepada si budak yang masih tidak bisa bangkit dari posisinya. “Katakan pada Lucletius, jika aku meminangnya.” Lanjutnya, kemudian meninggalkan sang budak berambut hitam kelam itu , berucap untuk terakhir kalinya, “Kalau kau gagal memberikan hadiah itu pada Lucletius, kau akan kupenggal Taonic Arian Styx.”

.

.

“Lukamu benar-benar parah untuk kali ini, Tao…” ucap si pemuda manis berambut pirang dengan wajah sedih, “Lihat kakimu yang penuh luka cambuk ini, pasti berjalan kemari pun kau sudah kesusahan…” lanjutnya.

Tao tersenyum, “Tidak apa-apa, Kak Luclet. Aku sudah terbiasa dengan tuan D.O…” ujarnya, namun senyuman itu berubah jadi ringisan kesakitan saat sang tabib manis dihadapannya mengobati luka-lukanya dengan tanaman herbal.

“Begini kau bilang ‘tidak apa-apa’? kau terlalu keras kepala, Taonic…” balas si tabib manis berambut pirang keemasan itu.

Tao tertawa, “Itu sudah kebiasaanku, Kak LuHan…” Tao memanggil Lucletius dengan panggilan akrabnya.

Ya, Lu Han-Lucletius Hanox Fronto adalah sahabat Tao, bahkan Lu Han sudah terasa seperti kakak baginya. Keduanya menjadi teman sejak mereka masih kecil, Lu Han yang berasal dari keluarga Fronto merupakan keluarga yang mengabdikan diri pada masyarakat dengan menjadi tabib. Tao dan Lu Han bisa menjadi sahabat karena dulu rumah mereka berdekatan.

Namun, nasib sial menimpa Tao, ayahnya yang seorang kesatria colloseum tewas dalam suatu perang melawan bangsa sparta, sedangkan ibunya yang sakit-sakitan akhirnya ikut menyusul ayahnya.

Sejak saat itu Tao yang masih berumur sepuluh tahun berkerja sendiri untuk bisa makan, dirinya ditindas oleh sang majikan yang memperlakukannya selayaknya budak, diperjual-belikan dan disiksa dengan semena-mena. Mau bagaimana lagi? Dirinya memang tidak memiliki apa-apa untuk hidup selain mengabdi untuk mendapatkan sepotong roti demi memperpanjang nyawa.

Tao menepuk dahinya teringat sesuatu, “Ah! Tuan D.O. menitipkan ini untukmu, Kak…” ucapnya sambil mengeluarkan sebuah kotak.

Lu Han menggeleng, “Tidak, Tao… sudah berapa kali kubilang untuk menolak titipan pria tak berhati itu.” Ucapnya kesal.

Lu Han yang berwajah sangat cantik dan manis untuk ukuran pria memang sangat menarik perhatian para pemuda pecinta sesama jenis, di Pompeii sendiri percintaan sesama jenis merupakan hal biasa, bahkan hubungan seks merupakan suatu hal yang lumrah mengingat pesta dan seks merupakan kebiasaan bangsa Romawi yang gemar berhura-hura.

Tao membuka kotak yang dititipkan oleh D.O. padanya, “Lihat emas dan tiara ini, Kak… Apa kau tidak mau menerima pinangannya?” ucapnya sambil menyodorkan kotak hadiah tersebut pada si tabib manis.

Lu Han menghela nafas mendorong kotak itu kembali pada Tao, “Emas dan tiara yang ada di dalamnya, bahkan tidak mampu membuatku memaafkan atas apa yang dilakukannya kepadamu, Taonic Arian Stix…” ujarnya lembut.

Tao merasa senang atas apa yang dikatakan oleh Lu Han, karena hanya Lu Han lah yang peduli kepadanya dan menganggap Tao selayaknya saudara kandung. Begitu pula sebaliknya, Tao selalu melindungi Lu Han dari tangan-tangan kotor pemuda mesum di Pompeii.

“Walau kakak tidak menerima pinangannya, sebaiknya kakak terima saja dulu hadiah darinya. Aku tidak mau dicambuk lagi gara-gara tidak menunaikan tugas.” Ujar Tao memelas. Lu Han menghela nafas panjang, akhirnya mengangguk pasrah dan menerima hadiah dari D.O.

“Maaf Tao, aku hanya bisa memberikanmu saleb herbal, perbanku habis…” ucap Lu Han menyesal.

Tao menggeleng pelan, “Ini saja sudah lebih dari cukup, Kak… lihat, lukaku sudah lumayan kering. Aku harus kembali ke kediaman Quartus.” Ujar Tao, berpamitan pada Lu Han.

Pemuda manis itu mengangguk, membalas ucapan Tao dengan lambaian tangan hangat, “Hati-hati, Taonic…”

Tao tersenyum, berlalu dengan kaki yang masih terseok-seok dari hadapan Lu Han.

Pemuda berambut sekelam langit malam itu tidak ingin merepotkan Lu Han lebih dari ini. Lagi pula, D.O.-Tuannya itu pasti akan mengamuk jika tau Tao dekat dengan Lu Han. Tao berjalan lesu menatap tanah dengan pandangan kosong. Sebenarnya, Tao bisa saja melawan, tapi jika hal itu dilakukannya, sudah pasti dirinya akan dilempar ke dalam kandang singa di Amphitheathre.

Duk!!

Sibuk dengan pikirannya sendiri, membuat Tao tidak memperhatikan siapa-siapa yang ada di hadapannya. Pemuda bersurai kelam itu tidak sengaja menubruk seseorang dengan postur tinggi semampai, mengakibatkan Tao menindih pemuda yang ditabraknya tersebut hingga terguling cukup keras dan membentur tanah.

“Ukhh…” Tao mengaduh kesakitan, mengingat kakinya masih belum sembuh benar. Darah segar kembali mengalir dari luka-luka cambuk di kakinya.

“Kau tidak apa? Apakah sakit?!”

Tao melihat pemuda yang ditubruknya sedang sibuk dan panik melihat keadaan kakinya. Sang budak keluarga Quartus tersenyum, “Ini bukan salahmu, kok… Luka ini sudah ada sejak awal, hanya saja darahnya keluar lagi.” Ujar Tao menenangkan.

“Tidak bisa begitu! Sini, biar aku urus!”

Tao mendongak, melihat wajah pemuda yang ditubruknya pertama kali, dan satu kata yang terlintas secara refleks di otaknya.

Tampan!

Rambut keemasannya tertiup angin segar kota Pompeii, kulitnya putih pucat seakan belum pernah terkena sinar matahari, matanya sekelam malam, dan tatapannya setajam belati, jangan lupakan postur tubuh sempurna serta kaki jenjangnya! Satu kata yang sesuai dengan pemuda di hadapan Tao saat ini: ‘Sempurna’!!

Pemuda berambut keemasan itu merobek sedikit bagian bajunya, digunakan untuk melilit luka Tao yang mengeluarkan darah.

Tao tertegun, tidak pernah ada orang yang peduli kepadanya selain Lu Han, apalagi penampilannya yang kasat mata saja sudah terlihat seperti budak. Siapa orang ini? Kenapa begitu peduli kepadanya?

“Kau tidak perlu melakukan itu.” Ucap Tao dengan panik, “aku ini hanya seorang budak yang layak diperlakukan seperti barang.”

Pemuda dihadapannya tersenyum dengan senyuman menawannya, mengabaikan perkataan Tao dan terus mengobati lukanya, “Kau tidak boleh berkata seperti itu,” ucap si pemuda bersurai keemasan masih sibuk membenahi luka Tao yang masih berdarah, “Kau ini manusia dan semua manusia itu berhak untuk hidup serta memperoleh kebahagiaan. Kau juga bisa merasakan sakit dan luka ‘kan? Hal itu lah yang membuktikan bahwa kau mahluk hidup. Jika kau terluka seperti ini, pasti juga ada orang yang merasa sedih.” Ucapnya panjang lebar.

“Misalnya?” tanya Tao.

Pemuda berambut pirang keemasan itu tersenyum, “Aku…”

“Pffftt!!!” Tao menahan tawanya, apa orang di hadapannya ini bercanda? Dia bahkan baru bertemu Tao lebih dari sepuluh menit. Namun, entah kenapa pipi Tao terasa panas akibat apa yang dikatakan pemuda di hadapannya. Tatapan mata pemuda berambut pirang di hadapannya itu begitu tulus dan serius, membuat Tao yang terbiasa sendiri jadi merasa kesepian.

“Kenapa kau tertawa? Aku serius…” ucap pria dihadapannya dengan wajah tidak terima atas respon Tao.

Tao masih tertawa pelan, “Bagaimana kau bisa berkata seperti itu?”

“Kau adalah warga Pompeii yang berharga, karena itu, teruslah berjuang untuk hidup…” Ujarnya sambil mengelus rambut kehitaman Tao, “Aku harus pergi…” ucapnya buru-buru, “Jangan pernah perlakukan dirimu seperti barang lagi!!” lanjutnya sambil berlalu pergi.

Tao tidak mengerti, pandangan matanya sama sekali tidak bisa beralih dari sosok pemuda pirang dengan rambut keemasan itu. Siapa sebenarnya pemuda yang telah menolongnya itu?

.

.

.

Sudah beberapa hari berlalu semenjak kejadian itu, dirinya sama sekali tidak bisa melupakan sosok yang menolongnya. Ngomong-ngomong soal orang yang sudah menolongnya, Tao sudah tahu siapa gerangan pemuda berambut pirang keemasan itu.

Pemuda yang menolongnya itu adalah Crisyus Julian Felix, bangsawan kaya-raya yang mendominasi kota Pompeii, temannya sesama budak-Chen yang memberitahunya.

“Kau ditolong Tuan Crisyus Julian Felix?! Oh aku benar-benar tidak percaya!” ujarnya heboh saat dirinya menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu tersebut. Tao sendiri juga tidak menyangka jika yang menolongnya adalah orang pejabat pemerintahan seperti Cris.

“Tapi jangan senang dulu…” ujar Chen mengingatkan, “Tidak ada yang bersikap baik kepada budak semacam kita ini, pasti dia cuma ingin terpilih sebagai pemimpin kota Pompeii setelah ini, mangkanya dia mencoba mengambil hati rakyat.” Lanjutnya panjang lebar.

Tao tidak membalas apa-apa, dirinya hanya mengangguk lemah. Benar juga, mana ada orang berkedudukan seperti itu peduli pada budak tak berharga macam dirinya?

PRAAANG!!!

Tao menghentikan obrolannya dengan Chen, kemudian berlari menuju sumber suara yang diperkirakan berasal dari kamar tuannya-D.O.

“Kau berani membuang makanan?!!” bentak D.O dengan wajah murka, melihat hidangan makan malam untuknya tercecer di lantai. “Apa kau mau kubuang ke Amphitheathre?”

Xiu Min berlutut meminta maaf sambil menangis, “Ma-maafkan aku, Tuan Daios… Jangan buang aku ke Amphitheathre! Aku mohon!!” ujar budak itu dengan bercucuran air mata.

Tao segera berjalan mendekat ke arah tuannya untuk melindungi Xiu Min agar tidak disakiti lebih jauh, “Maafkan dia, Tuan… Tangannya sedang sakit karena kemarin membantu di bagian renovasi, tangannya tidak akan kuat membawa porsi empat orang sekaligus.” Bela Tao.

“KAU BERANI MEMERINTAHKU?!” D.O kembali mengeluarkan cambuknya.

CTAAARRR!!!

.

.

.

Dengan badan penuh luka yang semakin parah, Tao terkapar di jalanan malam kota Pompeii, dirinya tidak sanggup berjalan pulang menuju gubuk reot yang selama ini ditinggalinya. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja Tao sudah tidak mampu lagi.

“Hhhh…”

Napas Tao semakin pendek-pendek. Apakah memang ini akhir hidupnya? Mati di tengah jalanan malam hari Kota Pompeii karena siksaan dari majikannya.

“Kau adalah warga Pompeii yang berharga, karena itu berjuanglah untuk hidup.”

Kata itu kembali terngiang di benak Tao, meski dirinya mengetahui kata-kata itu hanyalah ucapan palsu yang tak berarti, pemuda bersurai kelam itu mulai bangkit, berjalan dengan langkah terseok menuju gubuk yang digunakan sebagai rumahnya, tidak mungkin dalam keadaan selarut ini pergi ke rumah Lu Han untuk meminta obat atau perban, jadi Tao mengobati dirinya sebisa mungkin di dalam rumah.

Kata-kata Cris memberikan harapan untuk budak sepertinya, sebuah harapan yang biasa, tapi begitu sulit untuknya. Harapan untuk hidup.

“Boleh kah aku berharap pada dewa?” ucapnya pada langit malam yang hanya membisu, “Aku ingin hidup…” ujar Tao lirih dengan mata terpejam.

.

.

Matahari bersinar cerah, menyinari Kota Pompeii dengan hangatnya. Lu Han yang sedang terduduk di bawah pohon yang berada tepat di depan rumahnya tersenyum saat melihat seseorang yang sangat dikenalnya datang mendekat, “Tao! Kau datang kemari?!” ujarnya senang saat melihat pemuda bersurai hitam kelam itu datang dengan senyuman cerahnya.

Lu Han merasa cukup senang Tao mau datang ke rumah pengobatan kecilnya, biasanya Tao hanya datang jika mendapat perintah dan titipan dari D.O, tapi sepertinya kali ini berbeda, karena senyum Tao lah yang seakan memberitahu Lu Han dengan jelas.

Tao tersenyum, “Aku hanya ingin main dan mengobrol denganmu kak, Luclet… boleh kah?” ujarnya kemudian duduk di sebelah Lu Han.

“Kapan aku pernah mengusirmu?” balas Lu Han penuh canda. “Sekarang, ceritakan lah padaku… ada apa gerangan yang membuatmu jadi bersemangat seperti ini?”

Pemuda berambut dan bermata senada itu menatap langit, burung camar terbang bebas seakan ikut mengundangnya untuk menari di langit bersama angin. Kehidupan yang bebas. “Ada orang yang membuatku memiliki harapan hidup. Dia adalah orang yang baik, sudi menolongku yang hanya merupakan seorang budak. Dia mengatakan bahwa aku adalah seseorang yang layak untuk hidup dan bahagia…” ucap Tao dengan bibir menyunggingkan senyum serta mata berbinar bahagia.

Lu Han tertegun, tidak pernah dirinya melihat Tao seakan begitu hidup, begitu bersinar penuh harapan. “Apakah kau menyukai orang yang memberimu harapan itu?” tanya Lu Han dengan senyum jahil.

Wajah Tao langsung terasa panas, jantungnya mendadak berpacu cepat, “A-apa yang kau katakan itu, Kak?! Aku bahkan sama sekali tidak mengenalnya…” ucap Tao gugup, Lu Han hanya tertawa saja menghadapi reaksi Tao.

Namun, tawa Lu Han terhenti saat melihat kaki dan lengan Tao yang bergoreskan banyak luka. “Lukamu… kenapa makin banyak?! Jangan bilang kalau Daios melukaimu lagi.” Ujar Lu Han dengan tatapan marah.

Tao berusaha menenangkan Lu Han, menunjukan raut wajah tidak merasa kesakitan sama sekali, “Tidak apa, kak… aku yang salah.”

Lu Han mengeram marah, “Tidak bisa begitu, Taonic! Ini sudah keterlaluan!!” pemuda manis berambut pirang itu memegang tangan Tao lembut, “Kau sudah kuanggap seperti adikku, mana bisa aku diam saja melihat hal seperti ini?”

“Kak…” mata Tao sedikit berkaca-kaca, tangannya langsung memeluk tubuh Lu Han yang sedikit lebih mungil darinya. Tao merasa sangat terharu, Lu Han sama sekali bukan keluarganya, tapi pemuda manis itu selalu peduli dan melindunginya.

“Kalau kau terluka, pasti ada orang yang merasa bersedih…”

Suara itu kembali terngiang di benak Tao, mungkin memang ada yang akan bersedih ketika dirinya mati. Selama beberapa saat, Tao dan Lu Han berpelukan dalam diam, memang tidak ada getaran di antara keduanya, hanya perasaan sayang sebagaimana adik-kakak atau sahabat.

“Jadi ini yang kau lakukan dibelakangku, budak hina?! Berani-beraninya kau merebut pujaan hati majikanmu sendiri!!”

Tao mengenal suara ini, pemuda berambut hitam sekelam malam itu menoleh. Matanya membulat saat mendapati tuannya-Daios Octavius Quartus atau D.O berdiri di hadapannya dengan pandangan marah.

“Jadi selama ini kau berusaha merebut Lu Han, ‘kan?!” bentak D.O, beberapa pengawal keluarga Quartus datang berbondong-bondong seakan siap mengeroyok Tao.

Jujur, Tao sangat takut sekarang. Namun, jika dirinya menyerah begitu saja, Lu Han akan dinikahi oleh orang macam D.O! Tidak! Tao sama sekali tidak rela jika Kakaknya itu jatuh ditangan pemuda kotor sepertinya!!

“Tidak akan kuserahkan Kak Lu Han kepadamu. Kau tidak pantas memiliki Kak Lu Han!” ucap pemuda berambut sekelam malam itu tegas, melindungi Lu Han di balik tubuhnya.

D.O menggertakkan giginya marah, tidak pernah ada seorang budak yang berani melawan dirinya seperti ini! Ini sudah melecehkan harga dirinya! “PENGAWAL! TAHAN DIA! BAWA KE AMPHITHEATHRE!” Perintah D.O dengan suara bear-benar murka.

Para pasukan keluarga Quartus langsung mengepung Tao, menahan pemuda itu agar tidak bisa melawan. Tao sudah berusaha meronta-ronta, tapi karena jumlah pasukan yang jauh lebih banyak, perlawanan Tao sama sekali tidak berarti.

Lu Han tau betapa bahayanya jika Tao dimasukan dalam Amphitheathre. Pemuda yang dianggapnya adik itu pasti tidaka akan selamat, dia akan menjadi umpan singa dan dibunuh oleh petarung sekelas colloceum yang berbahaya.

Pemuda manis itu segera berlari ke arah D.O, memohon dengan menitikan air mata, “Kumohon, Tuan Daios! Maafkan dia! Kumohon!!”

“Huh… kau tidak perlu sedih, Lu Han. Karena sebentar lagi, kau akan ku nikahi!” ucap D.O dengan tawa menggelegar.

“Jauhi dia! Tidak akan kubiarkan kau memiliki Kak Lu Han!!” teriak Tao masih meronta-ronta diantara kepungan pengawal.

D.O masih tertawa, “Baiklah, akan kujauhi Lu Han, jika kau berhasil keluar dari Amphitheathre dalam keadaan hidup-hidup!” ujarnya menantang, semua orang tahu betul. Tidak pernah ada seorang pun yang berhasil keluar hidup-hidup dalam pertarungan di Amphitheathre.

Namun, ini adalah satu-satunya langkah untuk melindungi kakak-nya itu! Dirinya harus hidup! Tao harus bisa menang melawan Singa! Harus!!

.

BRAAAK!!!

Tao dilempar oleh para pengawal keluarga Quatus ke dalam sebuah sel, didalamnya terdapat beberapa orang yang berkeringat dingin dan berwajah pucat.

“Tempat apa ini?” tanya Tao, pada beberapa orang di sana.

“Kau tidak tahu tempat ini?” ujar salah satu dari mereka yang Tao sama sekali tidak kenal, “Ini tempatdimana kita menunggu untuk bertarung melawan singa, atau bisa kau bilang ini adalah tempat eksekusi.”

“Eksekusi?” Ujar Tao bingung, dirinya bisa melihat arena pertarungan dari sini. Di arena pertarungan ada seorang pemuda yang Tao lumayan kenal, dia adalah Kai! Seorang budak seperti dirinya, tapi dari keluarga Conviva. Berbeda dengan dirinya, Kai adalah budak yang sering membangkang, melawan majikannya, kadang mencuri uang atau makanan. Sedang apa pemuda itu di arena pertarungan?

Mata Tao membulat saat melihat Kai dikejar oleh seekor Singa ganas, tidak hanya itu, ada seorang petarung lagi, berbadan besar membawa sebuah bola besi penuh duri, siap membunuh Kai. Para penonton Amphitheathre bersorak sorai, bau darah yang sudah mengering dan bau busuk mayat menyebar dari setiap sudut arena pertarungan. Semua orang seakan menikmati permainan pembunuhan yang tersaji di hadapan mereka.

Sepuluh menit berlalu, kaki Kai sudah terkena sabetan dari sang petarung lain, membuat budak itu tidak bisa berlari lagi. Dengan cepat Singa yang haus darah itu langsung menerkam tubuh Kai, mencabiknya hingga isi perut dan kepala kai terlepas dari tempatnya, Singa ganas itu seakan belum pernah makan sebelumnya. Tao ketakutan, apakah hal yang sama juga akan menimpanya?!

“Budak berikutnya yang akan ditampilkan ke arena adalah, Taonic Arian Styx!!”

Tao membeku di tempatnya, dari dahinya bercucuran keringat dingin. Saatnya dirinya untuk dieksekusi habis di arena pertarungan.

Para pasukan Amphitheatre membuka jeruji tempat Tao bersama beberapa orang lainnya menunggu. Dua orang berbadan lebih besar darinya itu langsung membawa Tao ke dalam arena pertarungan yang mesih bersimbah darah. Dirinya hanya diberi sebuah pedang untuk melawan, tanpa pelindung seperti perisai atau semacamnya.

Tao memasuki arena pertarungan dengan badan gemetar, warga Pompeii yang tidak mengenal belas kasihan bersorak gembira seakan menikmati pertunjukan kematian yang akan segera disuguhkan di hadapan mereka.

Mata Tao melihat sekelilingnya, mencari celah untuk kabur dari arena pertarungan. Namun, matanya menangkap satu sosok yang dirinya tau betul siapa itu, pemuda bangsawan berambut pirang keemasan dengan tatapan tajam yang menusuk, “Crisyus Julian Felix…” ujar Tao lirih, jadi bangsawan itu pemilik dari Amphitheathre?! Bangsawan itu yang tega mengatur pertarungan yang jelas akan membunuh rakyat jelata…?

Lalu, apakah berkataan saat menolongnya itu adalah sebuah candaan?!

Cris melihat Tao dengan tatapan dingin seakan sama sekali tidak pernah ada suatu kebaikan di dalam hatinya, “Lepaskan singa itu sekarang juga! Saatnya pertarungan dimulai!”ujar Cris, disahut dengan sorakan riuh dari para penonton colloceum.

Apakah ini memang akhir dari nasibnya?!

.

.

.

TBC

.

.

A/N:

Huah~!!! Akhirnya bisa menyelesaikan cerita ini, sebetulnya hima kepikiran bikin cerita ini dari lihat artikel tentang sebuah kota bersejarah di Italia yang sudah punah yaitu Pompeii. Dasar cerita ini memang agak mirib dengan NG life, tapi cerita ini murni hima buat di romawi dan tentu saja alurnya nanti akan berbeda.

Beberapa sejarah hima ubah di sini, misalnya Julian Felix disini hima katakan sebagai pemilik Amphitheathre, padahal sebetulnya bukan. Hima juga masih harus menghapal seluk beluk kota Pompeii dari internet biar reader bisa ngerasa feel bener-bener berada di Romawi.

Semoga cerita ini tidak mengecewakan, dan semoga reader nggak bingung sama nama italia buat anak-anak EXO… kan aneh aja kalo di italia tapi namanya masih korea…

Oke, segitu aja cuap-cuap dari hima, sampai jumpa di chapter dan cerita berikutnya~!!

ps: Gambaran kota pompeii

Gambaran amphitheathre:

.

.

.

.

.

Coz

silent reader aren’t allowed,

So, review please!

 

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 3, 2012 inci EXO

 

Tag: , , ,

Tinggalkan komentar